Tidak hanya ucapan, perbuatan beliau pun menjadi bukti sifat tawadhu
dan akhlak mulianya. Beliau berkata, “Demikianlah seorang dai,
hendaknya bersifat lembut dan wajah berseri serta berlapang dada. Dengan
demikian, ia lebih mudah diterima oleh orang yang didakwahi menuju
jalan AllahSubhanahu wata’ala… Maka dari itu, nasihat saya kepada
saudara-saudara saya para dai, hendaknya memiliki perasaan ini.
Hendaknya mereka mendakwahi manusia dengan perasaan kasih sayang kepada
mereka, dan dalam rangka mengagungkan agama Allah Subhanahu wata’ala,
serta menolong agama-Nya.” Inilah yang kemudian beliau terapkan dalam
diri beliau. Beliau adalah sosok yang menyenangkan, sederhana, murah
senyum, tawadhu’, menghormati manusia, bahkan kepada yang lebih muda
sekali pun.
Tidak hanya itu, beliau juga suka bercanda dengan
mereka. Dikisahkan bahwa suatu ketika beliau datang ke Jeddah. Setelah
pertemuan, beliau diundang oleh sekian banyak orang-orang berpangkat.
Namun, dengan baik beliau menolak tanpa menyinggung perasaan mereka dan
mengatakan, “Undangan kalian telah didahului. Aku sudah diundang oleh
salah seorang anak muda.” Lalu beliau berjalan menuju seorang anak muda
yang masih sekolah di bangku tsanawiyah (setingkat SMA di sini, -red.),
kemudian memegang tangannya dan mengatakan kepada mereka, “Dia lebih
dahulu mengundangku daripada kalian, dan aku menyambut undangannya.”
Orang-orang sangat heran terpana melihat ketawadhuannya. Di kesempatan
yang lain, saat beliau di Makkah di musim haji, seseorang bertemu beliau
dan mengundangnya, “Ya Syaikh, saya berharap, Anda mau menyambut
undangan saya walau sekali saja, dan Anda mau duduk bersama
saudara-saudara dan keluarga saya,” pinta orang itu. Beliau pun
menjawab, “Di mana alamatmu?” “Di Jeddah,” jawabnya. Syaikh menyahut,
“Kalau engkau mau menunggu sampai selesai haji, saya akan datang. Atau
kalau engkau undang saya di Makkah, saya juga akan datang.”
Akhirnya orang tersebut mengundang beliau di Makkah seraya berucap,
“Wahai syaikh, kapan saya mesti datang untuk menjemput Anda?” tanya
orang itu. Beliau justru mengatakan, “Tidak, aku yang akan
mendatangimu.” Lalu beliau mengambil alamat rumahnya. Pada waktu yang
ditentukan beliau datang. Beliau dipersilahkan masuk. Tuan rumah pun
menyiapkan perekam untuk merekam nasihat-nasihat beliau. Sejenak, tuan
rumah masuk untuk mengambil suguhan teh dan memanggil saudarasaudaranya.
Setelah keluar, ternyata Syaikh telah pindah dari tempat duduknya dan
menyiapkan sendiri alat rekam untuk didekatkan ke stopkontak. Tuan rumah
pun begitu terkesan dengan sikap tawadhu beliau. Syaikh lalu
mengatakan, “Jangan kamu memberat-beratkan diri. Bubur kacang di Makkah
ini enak. Itu sudah cukup untuk makan malamnya.” Tawadhu yang luar
biasa. Ibarat sihir, kata-kata dan sikap yang sangat mengena pada jiwa
tuan rumah.
Sesekali Bercanda
Walau asy-Syaikh Ibnu
Utsaimin berwibawa, terkadang kewibawaannya diselingi oleh canda yang
membuat orang-orang dekatnya tidak merasa kaku bergaul dengan beliau.
Pernah terjadi kejadian unik yang membuat beliau tertawa. Suatu saat,
datang kepada beliau seseorang dari salah satu negara Arab. Serta-merta
dia bertanya, “Anda asy-Syaikh Ibnu Utsaimin?” “Ya,” jawab beliau. Orang
itu pun menyambung dengan pertanyaan, “Demi Nabi, wahai Syaikh, apa
hukumnya thawaf wada’?” Sebelum menjawab, karena orang itu bersumpah
dengan selain nama Allah Subhanahu wata’ala, terlebih dahulu Syaikh
mengingkari kebiasaan tersebut dan mengatakan, “Wahai saudara, semoga
Allah Subhanahu wata’ala membalasi Anda dengan kebaikan. Tidak boleh
bagimu mengatakan, ‘Demi Nabi’. Anda harus membiasakan diri meninggalkan
kebiasaan mengucapkan kata-kata ini, karena ini adalah kalimat
kesyirikan.” Beliau juga menasihatinya dengan lembut dan bagus. Orang
itu pun berterima kasih seraya berkata, “Siap, wahai syaikh. Tetapi, apa
hukum thawaf wada’ itu, demi Nabi?” Akhirnya Syaikh tertawa. Ternyata
lisan orang tersebut memang terlalu terbiasa mengucapkan sumpah yang
salah. Di waktu lain datang kepada beliau seorang wartawan dan
mengatakan, “Wahai Syaikh, kami berharap, bisa menjalankan bersama Anda
hiwar (maksud si wartawan: wawancara, tetapi kata tersebut memiliki
makna lain, yaitu anak unta).” Syaikh menjawab, “Wahai anakku, hiwar itu
kan anak unta. Bagaimana engkau akan menjalankannya bersama saya?! Yang
mungkin, engkau ingin melakukan muhawarah (wawancara) bersamaku.”
Unik dan Berkesan
Suatu saat seorang wanita dari Maroko menemuinya ketika di Masjidil
Haram dan mengatakan, “Anda Ibnu Utsaimin?” tanyanya. “Ya, saya,” jawab
beliau. Wanita itu pun menukas, “Orangorang mengatakan bahwa Anda sudah
mati dan kami telah menyalati Anda dengan shalat gaib ba’da maghrib.”
“Tidak—wallahi—inilah saya,” tegas Ibnu Utsaimin. Wanita itu heran
sambil mengatakan, “Jadi, bagaimana?” Dengan bercanda beliau mengatakan,
“Ya, saya setiap hari mati, lalu Rabbku menghidupkanku.” Terdiamlah
wanita itu dan kaget. Sambil berpaling wanita itu mengatakan, “Syaikh
telah pergi, syaikh telah pergi, syaikh telah pergi.” Sementara itu,
asy-Syaikh Ibnu Utsaimin tersenyum melihatnya. Namun, Syaikh khawatir
wanita itu menanggapinya serius dan salah paham, maka beliau utus
seseorang untuk memanggilnya. Setelah wanita itu datang lagi, beliau
menjelaskan, “Saya tadi bercanda denganmu. Saya mati lalu hidup tiap
hari. Artinya, saya tidur lalu bangun tiap hari, karena Allah berfirman,
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي
مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ
الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ
لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Allah memegang jiwa (orang) ketika
matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya;
maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan
Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat tandatanda kekuasaan Allah bagi kaum
yang berpikir.” (az-Zumar: 42)
Menjadi tenanglah wanita tersebut. Ia berterima kasih kepada syaikh lalu pergi.
Rindu yang Terobati
Musim haji 1416 H.
Sebagaimana biasa, beliau menemui para jamaah haji, bertanya dan
menjawab pertanyaan mereka. Beliau mencurahkan perhatian kepada mereka.
Suatu saat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, beliau masuk ke ruang
tunggu. Di sana ada rombongan jamaah haji dari salah satu negara yang
dahulu masuk wilayah Uni Soviet. Yang paling kecil di antara mereka
berumur dua tahun. Tidak seorang pun dari mereka yang bisa berbicara
dengan bahasa Arab. Syaikh bertanya, kalau-kalau ada orang yang bisa
berbahasa Arab yang dapat menerjemahkan apa yang hendak beliau
sampaikan. Ternyata tidak didapati selain seorang anak muda warga negara
Saudi yang menyambut mereka. Dialah yang kemudian menerjemahkan.
Di sela-sela ceramah, datang seorang anak muda dari mereka sambil
berlari kecil dan meminta agar dia yang menerjemahkan. Ternyata, anak
muda ini pandai berbahasa Arab dan kemudian diketahui bahwa dialah
pimpinan rombongan ini. Penerjemahan lantas dia ambil alih. Setelah
selesai, barulah dia diberi tahu bahwa syaikh yang dia terjemahkan
nasihatnya adalah asy-Syaikh Ibnu Utsaimin. Terkejutlah dia. Kedua
matanya terbelalak sambil menatap Syaikh dengan penuh keheranan.
Rupa-rupanya, terjadi sesuatu yang tidak pernah dia kira sebelumnya.
Sambil terheran, dia memastikan, “Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
al-Utsaimin?” Para pendamping Syaikh pun terheran-heran, dari mana anak
muda ini tahu nama tersebut.
Mereka pun mengiyakan. Saat itulah,
dengan segera, dia memeluk Syaikh erat-erat. Air mata bercucuran dari
kedua matanya seraya berucap, “Asy-Syaikh al-Utsaimin.” Berulang-ulang
dia ucapkan dengan penuh kebahagiaan. Segera dia mengambil pengeras
suara dan mengumumkan kepada jamaah rombongannya dengan bahasa mereka
yang tak terpahami, selain sebutan nama Syaikh yang terulang-ulang.
Linangan air mata mereka berderai. Suara mereka bersahutan,
mengulang-ulang nama ‘asy-Syaikh Ibnu Utsaimin’.
Anak muda itu
lalu berkata, “Wahai Syaikh, mereka adalah murid-muridmu. Mereka
bersama-sama mempelajari kitab-kitabmu di persembunyian bawah tanah saat
kami dilarang mempelajari Islam. Mereka sangat rindu untuk mengucapkan
salam kepadamu. Apakah Anda mengizinkan?” Syaikh pun mengizinkan.
Segeralah mereka mendatangi Syaikh, satu demi satu. Mereka kecup dahi
beliau dengan air mata yang berlinangan dan mulut mereka yang terus
bergumam, “Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu Utsaimin.” Tidak ada
seorang pun dari mereka yang tidak menangis. Mereka sangat terkesan
dengan apa yang mereka dengar dan lihat. (al-Imam az-Zahid hlm. 110)
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa
merahmati Anda dan menempatkan Anda di surga-Nya, surga Firdaus….
Ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.
Sumber: Majalah Asy Syariah online
Tulisan ikhwan salafy caur
sharing ilmu bermanfaat
judul jalan
Friday, August 22, 2014
WAKTU ADALAH HELAAN NAPAS
Jikalau kemarin kita berbicara bahwa ''Waktu adalah Uang''...????
maka, hari ini kita akan berbicara bahwa ''Waktu adalah helaan napas''...!!!!
Ya,...sekarang , waktu adalah ''Helaan napas'' yang setelah terlewat,pasti tak akan pernah bisa kembali lagi...
Manusia hanyalah ''Sang Pengendara''di atas ''Punggung Usianya''.
Digulung bergulirnya hari demi hari,bulan berganti bulan& tahun pun terus berganti tanpa terasa....
Napas kita terus berjalan seiring dengan perjalanannya waktu..
Dia setia menuntun terus kita ke ''Pintu Gerbang Kematian''...!!!
Sebenarnya , Dunialah yang semakin menjauhi kita & liang lahatlah yang begitu setianya menunggu kita diatas singgasananya''Tanah Pekuburan''...!!!
Satu hari berlalu...maka satu hari pula berkurangnnya jatah hidup kita...
Umur kita yang terasa dihari ini, sungguh sangat tak bernilai harganya...sebab, esok hari belum tentu menjadi ''Bagian'' dari ''Diri Kita''!!!
oleh karena itu...
jika hari berlalu dari kehidupan kita, akan tetapi tiaada "kebaikan" & "kebajikan" yang kita lakukan, maka,...akan"keringlah batin kita"...!!!
ingat...!!! Jangan tertipu daya dengan "usia muda", karena, "syarat " untuk "mati" tidaklah harus "tua"...!!!
dan jangan pula terpedaya dengan "badan yang sehat".., karena, syarat untuk mati pun tidak pula harus "sakit"...!!!
maka, teruslah kita berbuat baik,berkata baik
hisablah "diri-diri" kita & muhasabalah(interopeksi diri)...
karena banyak sekali hal-hal yang "tidak baik" yang pernah kita "lakukan"
walaupun tak banyak pula "orang" yang mengenali "kita"...
akan tetapi , "kebaikan"& "kebajikan" yang telah kita lakkukanlah yang akan menuntun kitakepada "kebahagiaan hidup"& akan selalu dikenang oleh mereka yang akan kita tinggalkan kelak....
Jadilah ''Akar '' yang tidak terlihat,akan tetapi dialah yang berfungsi sebagai ''Penyokong Kehidupan'' bagi pohon diatasnya... Jadilah seperti ''Jantung" yang tidak terlihat pula,akan tetapi dialah yang terus "berdenyut"setiap saat tanpa ada henti-hentinya memompa "sendi-sendi Kehidupan" sehingga kehidupan kita pun dapat terus berlangsung
maka, hari ini kita akan berbicara bahwa ''Waktu adalah helaan napas''...!!!!
Ya,...sekarang , waktu adalah ''Helaan napas'' yang setelah terlewat,pasti tak akan pernah bisa kembali lagi...
Manusia hanyalah ''Sang Pengendara''di atas ''Punggung Usianya''.
Digulung bergulirnya hari demi hari,bulan berganti bulan& tahun pun terus berganti tanpa terasa....
Napas kita terus berjalan seiring dengan perjalanannya waktu..
Dia setia menuntun terus kita ke ''Pintu Gerbang Kematian''...!!!
Sebenarnya , Dunialah yang semakin menjauhi kita & liang lahatlah yang begitu setianya menunggu kita diatas singgasananya''Tanah Pekuburan''...!!!
Satu hari berlalu...maka satu hari pula berkurangnnya jatah hidup kita...
Umur kita yang terasa dihari ini, sungguh sangat tak bernilai harganya...sebab, esok hari belum tentu menjadi ''Bagian'' dari ''Diri Kita''!!!
oleh karena itu...
jika hari berlalu dari kehidupan kita, akan tetapi tiaada "kebaikan" & "kebajikan" yang kita lakukan, maka,...akan"keringlah batin kita"...!!!
ingat...!!! Jangan tertipu daya dengan "usia muda", karena, "syarat " untuk "mati" tidaklah harus "tua"...!!!
dan jangan pula terpedaya dengan "badan yang sehat".., karena, syarat untuk mati pun tidak pula harus "sakit"...!!!
maka, teruslah kita berbuat baik,berkata baik
hisablah "diri-diri" kita & muhasabalah(interopeksi diri)...
karena banyak sekali hal-hal yang "tidak baik" yang pernah kita "lakukan"
walaupun tak banyak pula "orang" yang mengenali "kita"...
akan tetapi , "kebaikan"& "kebajikan" yang telah kita lakkukanlah yang akan menuntun kitakepada "kebahagiaan hidup"& akan selalu dikenang oleh mereka yang akan kita tinggalkan kelak....
Jadilah ''Akar '' yang tidak terlihat,akan tetapi dialah yang berfungsi sebagai ''Penyokong Kehidupan'' bagi pohon diatasnya... Jadilah seperti ''Jantung" yang tidak terlihat pula,akan tetapi dialah yang terus "berdenyut"setiap saat tanpa ada henti-hentinya memompa "sendi-sendi Kehidupan" sehingga kehidupan kita pun dapat terus berlangsung
Subscribe to:
Posts (Atom)